Archive for November, 2010



Teori Pengembangan

Di sebuah rubrik tanya jawab pada sebuah majalah, ada pembaca yang bertanya tentang hal ini. Singkatnya, pembaca bertanya tentang bagaimana sebetulnya membaca, memahami, dan menerapkan teori-teori pengembangan-diri. Sebut saja teori itu misalnya teori tentang bakat, teori tentang kecerdasan, teori tentang kepribadian atau teori tentang worktypes (MBTI  model, misalnya).

Dalam teori bakat (talent theory), misalnya dikatakan bahwa seseorang itu ada yang diberi bakat bawaan berupa kemampuan praktek atau teknik. Pertanyaannya adalah, apakah orang yang mengidentifikasi dirinya memiliki bakat di sini berarti tidak berbakat pada kemampuan-kemampuan yang sifatnya “intelektual” atau “analitis”?

Begitu juga dalam teori kepribadian (personality theory). Dijelaskan di sana bahwa ada seseorang yang punya model kepribadian, katakanlah misalnya, introvert. Pertanyaannya adalah, apakah orang yang mengidentifikasi dirinya punya model kepribadian di sini berarti tidak memiliki model kepribadian ekstrovert?

Begitu juga dengan teori kecerdasan (intelligence theory). Dijelaskan di sana bahwa ada seseorang yang punya kecerdasan intrapersonal (kemampuan menjalin hubungan ke dalam). Pertanyaannya adalah, apakah orang yang mengidentifikasi dirinya memiliki kecerdasan di sini berarti tidak memiliki kecerdasan di bidang lain, misalnya katakanlah, kecerdasan interpersonal?

Begitu juga dalam teori worktypes. Di bukunya Jean M. Kummerow, dkk., berjudul Work Types (1997), dijelaskan enam belas tipe pekerja. Salah satu yang bisa dicontohkan di sini misalnya dikatakan ada orang yang bertipe ESTP. Orang yang bertipe ini ciri-cirinya antara lain: action-oriented, pragmatic, outgoing, and realistic. Pertanyaannya adalah, apakah orang yang mengidentifikasi dirinya memiliki tipe ESTP ini berarti bukan orang yang INFP? Ciri-ciri INFP itu antara lain: focus deeply on their value, and devote their lives to pursuing the ideal.

Nah, sebetulnya pertanyaan yang muncul dari praktek di lapangan bukan seperti yang saya paparkan di atas. Ada pertanyaan yang lebih krusial lagi. Ini misalnya si A mengindentifikasi dirinya sebagai orang yang berbakat di konseptual (conceptual ability). Tetapi perusahaan memberikan tugas kepadanya untuk menangani hal-hal yang teknis, dengan suatu alasan atau dengan pertimbangan keadaan.

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah si A harus dengan pede meyakini bahwa dirinya tidak akan berhasil menangani tugas yang dirasakan bertentangan dengan bakatnya itu? Yang lebih krusial lagi, tentu perusahaan tidak terlalu peduli dengan bakat atau kepribadian yang kita miliki. Perusahaan maunya pekerjaan yang ditugaskan kepada kita itu beres atau complete. Kalau beres, kita akan diberi sebutan qualified, tetapi kalau tidak, kita akan di-disqualified. Itulah yang akan dijadikan standar perusahaan pada umumnya.

Hal lain yang perlu disadari juga bahwa kalau bicara yang “ideal-ideal”, memang idealnya adalah setiap orang itu akan lebih OK kalau diberi peranan atau pekerjaan yang sesuai dengan keunggulan alamiyahnya. Ini semua orang sudah tahu. Tetapi persoalan yang dihadapi di lapangan bukan seperti itu. Perusahaan harus mengambil keputusan dalam keadaan yang tidak ideal, dengan satu dan sekian alasan yang ada.

Jadi bagaimana sebaiknya kita membaca dan menyikapi teori-teori itu yang makin tahun makin bertambah itu?

Beberapa Cara Membaca & Menyikapi

Di bawah ini hanya sebatas masukan yang bisa kita pertimbangkan. Mungkin cocok untuk beberapa konteks, tetapi mungkin tidak cocon untuk yang lain. Masukan yang saya maksudkan itu antara lain:

Pertama, potensi manusia itu tak terbatas. Potensi di sini makudnya adalah berbagai kapasitas di dalam diri kita yang masih berbentuk bahan baku. Namanya juga bahan baku. Bahan baku itu bisa diolah menjadi bentuk apa saja, tergantung proses pengolahannya. Karena itu, kata Prof. Howard Gardner, istilah-istilah yang ia kemukakan dalam teorinya tentang kecerdasan itu bukanlah domain bawaan yang sudah baku dan begitu adanya, melainkan sebuah “new construct”. Artinya, orang akan memiliki kecerdasan Intrapersonal apabila potensi yang dikembangan selama ini lebih banyak mengarah pada terbentuknya kecerdasan ini. Kecerdasan Intrapersonal yang ia miliki adalah bentukan baru (new construct) dari diri orang itu.

Dengan kata lain, karena potensi yang kita miliki itu hanya sedikit sekali yang bisa dijelaskan dengan istilah-istilah bahasa, maka jangan sampai kita menggunakan istilah-istilah itu untuk membatasi diri. Pilihan yang bisa kita ambil adalah, kita bisa menjadikan pekerjaan atau penugasan yang diberikan ke kita sebagai ruang atau wilayah untuk mengungkap berbagai potensi yang belum ada bahasanya. Sangat mungkin sekali kita bisa menemukan potensi dasar yang bisa dijadikan keunggulan.

Kedua, kemampuan dasar manusia itu punya sifat fleksibel, dalam arti bisa diterapkan ke berbagai pekerjaan atau profesi apapun. Dari penjelasan para ahli dapat kita simpulkan bahwa yang mereka katakan tentang bakat, kecerdasan, kepribadian, dan lain-lain, itu sebagian besarnya tidak terkait dengan pekerjaan, profesi atau sebutan tertentu, melainkan lebih terkait dengan peranan yang bisa kita lakukan.

Mengacu pada pendapat ini berarti di semua pekerjaan atau profesi atau jabatan yang ditugaskan ke kita, pada dasarnya masih tetap ada peranan-peranan tertentu yang match dengan bakat, kecerdasan, atau kepribadian kita. Salah seorang kenalan saya tidak bisa berartikulasi secara verbal layaknya seorang network  builder yang kita bayangkan. Tetapi prakteknya tidak begitu.

Artinya, terkadang terlalu dini kita menyimpulkan tidak cocok jadi marketer, network builder, negosiator, dan lain-lain hanya karena kita merasa sebagai orang introvert atau  intrapersonal. Kemungkinan besar yang terjadi adalah, kita belum menemukan peranan yang benar-benar pas untuk kita mainkan di pekerjaan itu. Untuk bisa menemukannya memang butuh experiencing.

Ketiga, acuan untuk mengembangkan-diri. Pada prakteknya memang yang akan terjadi adalah, ada peranan tertentu yang kita mainkan dengan bagus dan ada yang kurang atau belum bagus. Yang pertama kita sebut keunggulan dan yang kedua kita sebut kelemahan. Ini perlu kita akui secara fair. Memang tidak ada manusia yang sempurna di segala bidang.

Nah, teori-teori yang sudah diungkap para ahli dengan susah payah itu akan lebih bagus kalau kita jadikan acuan untuk mengembangkan diri berdasarkan perkembangan keadaan kita. Misalnya untuk keperluan melanjutkan kuliah, melakukan otodidak keahlian, dan lain-lain.

Kenapa acuan itu penting? Untuk orang yang ingin mengembangkan diri perlu melakukan seleksi. Kalau kita ingin hebat di segala bidang dalam satu waktu dan secara bersamaan, ini malah menyulitkan dan biasanya gagal. Karena itu kita butuh acuan. Mengetahui kelebihan itu sama pentingnya dengan mengetahui kelemahan. Kelemahan yang kita ketahui itu bukan kelemahan, melainkan kelebihan.

Keempat, skala kompetensi. Ada skala kompetensi tertentu yang sering kita asumsikan sebagai bakat bawaan atau kecerdasan bawaan, padahal itu bukan. Contoh yang paling tepat di sini adalah entrepreneurship (kewirausahaan). Banyak yang mengasumsikan dirinya berbakat untuk menjadi pengusaha atau sebaliknya.

Padahal kalau kita lihat di teorinya dan di prakteknya, entrepreneurship itu skala kompetensi yang paling tinggi. Siapapun bisa menjadi entrepreneur asalkan yang bersangkutan mengasah sifat, skill, atau kebiasaan-kebiasaan yang dibutuhkan untuk menjadi entrepreneur. Ini misalnya saja kemampuan mengkalkulasi peluang dan ancaman, keuntungan dan kerugian, efektivitas dan efisiensi, pendelegasian, menciptakan gagasan yang layak jual, dan seterusnya.  Soal bidangnya apa, cara kerjanya bagaimana, tekniknya seperti apa, ini soal lain.

Karena untuk menjadi pengusaha itu bisa dilakukan semua orang, makanya sekarang ini muncul berbagai sebutan. Ini misalnya saja pengusaha alamiah, pengusaha ilmiah (pengusaha yang mendapatkan pendidikan usaha dari pendidikan formal), ada corporate entrepreneur, social entrepreneur, dan lain-lain. Jadi, menjadi pengusaha adalah soal melatih jiwa, naluri, dan skill.

Kelima, jangan menyimpulkan diri sendiri dengan batasan-batasan yang makin membatasi (fixed ability). Ini yang disarankan oleh seorang pakar Psikologi dari Yale University, Stenberg. Kemampuan yang kita miliki itu pada dasarnya, menurut dia, adalah developing ability. Berkembang di sini maksudnya adalah terus meningkat atau terus meluas berdasarkan usaha-usaha yang kita lakukan.

Faktor Sukses

Kalau melihat pengalaman banyak orang dan juga  teori-teori yang ada, ternyata keberadaan bakat, kecerdasan, kepribadian, dan lain-lain itu perananya masih pada tingkat permukaan dari yang kita butuhkan untuk menjadi sosok yang kita inginkan. Karena itu, tidak semua orang yang merasa punya bakat di seni akan menjadi seniman handal. Tidak semua orang yang merasa dirinya ekstrovert itu menjadi network builder yang handal.

Untuk menjadi sosok yang handal seperti yang kita bayangkan itu dibutuhkan, apa yang oleh para pakar kepribadian, disebut dengan “success factors” (faktor sukses yang paling menentukan). Faktor sukses ini, adilnya Tuhan, dimiliki oleh semua orang dan semua orang sudah tahu tentang hal ini. Yang membedakan orang adalah kemampuannya untuk menjalankan. Dari sejarah para nabi, para pemimpin, atau siapa saja yang berprestasi di bidangnya, ada sejumlah faktor sukses yang mutlak dimiliki. Sejumlah faktor sukses itu antara lain:

Pertama, memiliki sasaran yang jelas. Kita mungkin menyebutnya dengan istilah visi, tujuan, objektif, cita-cita, obsesi, atau whatever yang kita mau. Yang jelas, maksud dari sasaran di sini adalah bayangan batin tentang sosok yang kita inginkan dari diri kita sejelas mungkin. Ini misalnya saja anda ingin menjadi penulis, dokter, manajer, direktor, psikolog, dan lain-lain.

Kedua, komitmen yang kuat, kemauan yang keras, dorongan yang kuat, kesungguhan, atau apapun namanya yang maknanya sama. Dimanapun kita menjumpai ada orang yang punya prestasi bagus, mau itu nabi atau orang biasa, pasti memiliki ini. Mau kita punya bakat apapun, kecerdasan apapun, tapi kalau komitmen ini hilang, hilang juga bakat dan kecerdasan kita.

Ketiga, kelayakan untuk dipercaya oleh orang lain. Ini bisa berbentuk ketaatan moral atau skill yang kita miliki. Dimanapun kita menjumpai ada orang yang punya prestasi bagus pasti punya sifat-sifat atau kemampuan yang layak dipercaya oleh orang lain. Orang percaya sama kita itu kalau tidak karena moral ya karena skill.

Keempat, kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Ini mencakup antara lain: kemampuan membuka hubungan baru, kemampuan mempertahankan hubungan yang sudah ada, dan kemampuan mengatasi konflik atau persoalan secara positif. Dimanapun kita menjumpai orang yang berprestasi bagus di bidangnya pasti memiliki ini. Bahkan ada beberapa pengusaha yang saya kenal sampai bisa mempertahankan hubungan sampai ke anak-anaknya.

Kelima, kemampuan untuk terus belajar (learning ability). Belajar di sini maksudnya adalah mengubah prilaku ke arah yang lebih baik berdasarkan praktek sehari-hari. Entah itu melalui buku, melalui pengalaman, melalui teori, melalui orang langsung atau apapun. Stephen Covey menyebutnya dengan istilah mengasah gergaji (sharpening the saw). Dimanapun kita melihat orang yang canggih pasti punya ini. Mereka belajar dari masalah atau belajar dari caranya dalam merealisasikan mimpi-mimpinya.

Semoga bermanfaat.

Ubaydillah, AN

Jakarta, 09 Oktober 2007


BAB I

PENDAHULUAN

 

Hati adalah segumpal daging sanubari yang terletak di sebelah kiri dada,hati juga merupakan rasa rohaniah yang halus, dan berkaitan dengan hati jasmaniah (bendawi) dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia.

Hati juga merupakan pangkal dari setiap perbuatan yang kita lakukan maka dari itu segala sesuatu yang kita lakukan harus sesuai dengan  keinginan hati karena hati adalah jendela kehidupan, oleh karena itu janganlah membiarkan diri kita terjerumus oleh hal-hal yang menyimpang karena sesungguhnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam perbuatan seseorang itu sangat berlawanan dengan hati seseorang, karena hati itu suci janganlah kita terbawa oleh nafsu setan karena semata-mata semua itu akan menjerumuskan seseorang kedalam kesesatan.

Sifat takabur adalah salah satu yang menyimpang atau bertolak belakng dengan apa yang dikatakan hati, sifat takabur adalah sifat yang berlebih-lebihan karena segala sesuatu yang berlebih-lebihan itu adalah salah satu perbuatan setan seperti pepatah mengatakan “sebaik-baiknya perkara adalah pertengahannya”.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takabur

Secara bahasa takabur berarti “merasa besar” atau “menunjukan kebesaran” sedangkan menurut istilah takabur berarti menunjukan kebanggaan pada diri sendiri dengan melecekan peribadi orang lain dan tidak mau menerima kebenaran yang datang dari mereka.

B. Tanda-tanda Sikap Takabur

Ada beberapa perilaku yang menjadi tanda-tanda adanya sifat sombong dalam diri seseorang,antara lain:

  1. Berlagak ketika berjalan dengan membungkukkan pundak dan memalingkan muka.
  2. Melakukan kerusakan di muka bumi apabila ada kesempatan dengan menolak nasihat dan menentang kebenaran.
  3. Berlebihan dalam berbicara.
  4. Memanjangkan pakaian (sampai jatuh ketanah) dengan niat sombong dan membanggakan diri.
  5. Menginginkan agar semua orang membutuhkannya sementara ia merasa tidak membutuhkan orang lain.

C. Dampak Negatif Sikap Takabur

Kesombongan berakibat sangat negatif  dan berbahaya baik bagi diri si pelaku maupun bagi perjuangan islam.

Dampak Bagi Pelaku

a)      Tidak mampu mengambil pelajaran

Seseorang yang sombong karena keuggulan dan kelebihannya dari pada orang lain di sadari atau tidak kadang-kadang melebihi tuhan sendiri, sikap seperti ini mengakibatkan ketidak mampuannya mengambil pelajaran sehingga ketika melihat ayat-ayat allah yang begitu banyak pada dirinya dan alam sekita, ia berpaling dari ayat-ayat itu.

“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya.”

b)      Jiwa gundah dan terguncang

Untuk memuaskan rasa unggul dan lebih dari orang lain, orang yang sombong selalu ingin agar orang lain menundukkan kepala di hadapannya dan menurutinya. Manurutinya. Manusia yang mulia dan memiliki harga diri tentu akan menolak hal ini dan sejatinya memang mereka tidak akan terjerumus pada angan-angan jelek yang berasal dari dirinya, yang berakibat pada keterkuncangan jiwanya.

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”

c)      Selalu melakukan kesalahan dan kekurangan

Seorang yang sombong karena merasa dalam setuap hal tidak akan melakukan interopeksi diri untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dirinya, serta memperbaiki hal-hal yang perlu di perbaiki ia juga tidak mau menerima nasihat, petunjuk, dan bimbingan dari orang lain sehingga akan terus berada dalam kekeliruan dan kesalahannya sampai akhir ayat, kemudian masuk neraka.

“(bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia Telah diliputi oleh dosanya, mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

d)     Tidak dapat meraih surga

Dampak terakhir dari kesombongan adalah tidak dapat masuk surga ini wajar sebab orang melewati batas ketuhanan dan terus menerus berada dalam kekurangan dan kesalahannya kehidupannya akan terhenti ia tidak dapat menghasilkan kebaikkan yang pantas mendapatkan pahala dan selamanya tidak mendapat surga.

  1. Dampak Bagi Dakwah Islam

a)      Timbulnya perpecahan di kalangan umat

Perpecahan di kalangan umat bisa saja terjadi karena sikap sombong, sebab pada dasarnya hati manusia menyukai orang yang ramah, lemah lembut, dan rendah hati.

b)      Sulit mendapatkan bantuan dan pertolongan allah

Allah SWT telah memenetapkan bahwa dia tidak akan memberikan bantuan dan pertolongan kecuali pada orang-orang yang rendah hati hingga mereka bisa menjauhi setan dari jiwa mereka, bahkan dapat menjaukan kebanggan diri meraka sendiri.

D. Cara mengatasi Penyakit Hati (Takabur)

Agar dapat terhindar dari penyakit takabur dan tidak terjerumus ke dalamnya, sebaiknya kita mangikuti terapi-terapi berikut :

a.       Mengingat Dampak Negatif Takabur

b.      Menjenguk orang yang sakit

c.       Menghindari pergaulan dengan orang sombong

d.      Bergaul dengan orang fakir

e.       Tafakur atas diri dan fenomena alam

f.       Memperhatikan kisah hidup orang sombong

g.      Selalu menghadiri majlis-majlis ilmu

h.      Melatih diri dengan pekerjaan “remeh”

i.        Meminta maaf kepada orang yang pernah kita hina

j.        Menampakkan kenikmatan kepada orang lain

k.      Mengingat standar kemuliaan dalam islam

l.        Selalu taat kepada Allah

m.    Introspeksi diri secara bertahap

n.      Memohon pertolongan dari Allah

Selain ke 14 terapi di atas bisa pula di lakukan dengn berzikir.

E. Terapi dengan berzikir

a.       Pengertian Zikir

Kata zikir di ambil dari bahasa arab “zakara” yang berarti mengingat. Zikir juga bisa di katakan sebagai salah satu sarana untuk mendekatkan diri pada allah seolah-olah kita dilihat dan di perhatikan oleh allah.

Banyak kaum muslimin yang berpikir bahwa zikir lebih bernilai disisi allah dan lebih mendekati keridhaannya dari pada amalan lainya atau mereka mengira bahwa derajat ihsan tidak akan tercapai selain dengan memperbanyak dan memperpanjang zikir, baik itu di tempat-tempat persemedian yang sunyi atau di tempat-tempat keramaian. Menurut mereka, memperbanyak wirid dan bacaan-bacaan, serta tidak melepas biji-biji tasbih dari hitungan jari-jari tangan dapat di anggap sebagai menghitung nama-nama allah.

Atha al-sikandari seorang toko sufi generasi awal sangat mengagungkan zikir dan mengjarkan kepada para muridnya bahwa zikir berkedudukan sebagai ihsan. Tujuan atha jelas, bahwa manusia terkadang merasa bosan untuk mengulang-ngulang wirid karena kesibukan lain yang mengganggu pikirannya saat membacakan wirid-wirid itu.

b.      Makna Zikir

a)      Makna kata “subahanallah” itu ialah maha suci baginya dari segala sesuatu yang tidak pantas baginya dari berbagai kekurangan. Tidak ada sahabat atau teman, tidak mempunyai anak dan semua yang tidak pantas baginya. Maknanya mutlak bagi semua kalimat zikir juga di ungkapkan secara mutlak bagi sholat sunat. Di antaranya sholat tasbih di khsususkan demikian karena banyak tasbih dalam sholat sunat itu. Hadits Nabi SAW. :

“Barang siapa yang mengucapkan Maha Suci Allah dan dengan pujian kepada-Nya seratus kali, maka akan dihapus darinya kesalahannya (dosanya), sekalipun kesalahannya itu adalah seperti sebanyak buih dari laut.” (HR. Muttafaq Alaih)

b)      Makna kata “la-ilaha illallah” merupakan pengertian tasbih sebagai kalimat tauhid karena sesungguhnya kalimat tahlil itu adalah pemaha sucian dari segala sesuatu yang tidak pantas bagi allah.

1.      Keutamaan Zikir

2.      Menenangkan hati

3.      Selalu dekat dengan allah

4.      Memudahkan pikiran

5.      Di mudahkan persoalan kehidupan

F. Cara berzikir

a.       Adab Zikirullah

“Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”

Maksud ayat di atas berbaring dengan menyebut nama allah dalam hati di sertai rasa takut, merendahkan diri tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang.

b.      Berzikir, bertasbih memuji allah

“Maka Bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.”

Maksud ayat di atas dan bertasbilah kamu kepadaNya di malam hari dan di setiap selesai sholat

c.       Bertawasul atau wasilah kepada allah

Tawasul kepada allah adalah melakukan amal parbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada allah, tawasul yang di perbolehkan dalam ajaran islam adalah:

a)      Dengan asma’ul-husna

b)      Dengan keimanan dan amal saleh

c)      Dengan doa orang saleh yang masih hidup

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna. Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang Telah mereka kerjakan.”

Maksud ayat di atas yang berdoa kepadanya, bertawasul dalam berdoa dengan asmaul husna (atau dengan menyebut sifat-sifat Allah yang mulia).

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit hati bersumber dari perlakuan seseorang yang menyimpang dari keinginan hati seseorang. Oleh karena itu, kita harus menjaga hati dengan zikir kepada Allah. Dan agar dapat terhindar dari penyakit takabur dan tidak terjerumus ke dalamnya, sebaiknya kita mangikuti terapi-terapi berikut :

a.       Mengingat Dampak Negatif Takabur

b.      Menjenguk orang yang sakit

c.       Menghindari pergaulan dengan orang sombong

d.      Bergaul dengan orang fakir

e.       Tafakur atas diri dan fenomena alam

f.       Memperhatikan kisah hidup orang sombong

g.      Selalu menghadiri majlis-majlis ilmu

h.      Melatih diri dengan pekerjaan “remeh”

i.        Meminta maaf kepada orang yang pernah kita hina

j.        Menampakkan kenikmatan kepada orang lain

k.      Mengingat standar kemuliaan dalam islam

l.        Selalu taat kepada Allah

m.    Introspeksi diri secara bertahap

n.      Memohon pertolongan dari Allah

 

 

DAFTAR PUSTAKA


Choeruddin Hadhiri. 2005. Kelasifikasi Kandungan al-Quran. Jakarta : Gema Insani Press.

Abu Bakar Muhammad. 1996. Terjemahan Subulussalam. Surabaya : al-Ikhlas

Sayyid Hawwa. 1983. Jalan Rohani. Jakarta : Mizan.

Sayyid M. Nuh. 2004. Mengobati Penyakit Hati. Jakarta : Harita Capta.

Noer Hidayatullah. 2002. Insan Kamil. Bekasi : Inte Media dan Nalar.


BAGIAN VI

Kajian Aksiologi Ilmu Dakwah

 

H. Agus Ahmad Safe’i

 

Aksiologi Dakwah Perspektif al-Qur’an

Pada dasarnya dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah.

Menurut al-Qur’an, salah satu tujuan dakwah dapat ditemukan dalam surat Yusuf ayat 108, sebagaimana dapat dibaca demikian:

Katakanlah: inilah jalan (agama-Ku), aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.

Menurut Abdul Rosyad Saleh:

Tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh oleh keseluruhan tindakan dakwah. Sedangkan Tujuan departemental dakwah adalah merupakan tujuan perantara.

Tujuan utama merupakan muara akhir dari tujuan departemental, sedangkan tujuan departemental merupakan sarana bagi tercapainya tujuan utama tadi. Salah satu contoh dari proses pencapaian tujuan departemental dakwah adalah dalam bidang pendidikan.

Tujuan-tujuan tersebut sebenarnya merupakan tahapan-tahapan ideologis dari satu tujuan asasi dakwah, yaitu membentuk manusia takwa.

Menurut Syukriadi Sambas, tujuan dakwah islam dengan mengacu kepada kitab al-Qur’an sebagai kitab dakwah, antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut.

1)      Merupakan upaya mengeluarkan manusia dari kegelapan hidup (zhulumat) kepada cahaya kehidupan yang terang (nur). (Q.S: 2: 257).

2)      Upaya menegakkan sibghah Allah (celupan hidup dari Allah) dalam kehidupan makhluk Allah (Q.S: 2: 138).

3)      Upaya menegakkan fitrah insaniyah. (Q.S: Al-Rum:30).

4)      Mempromosikan tugas ibadah manusia sebagai hamba Allah (Q.S: 59: 7).

5)      Mengestefetkan tugas kenabian dan kerasulan (Q.S: 59: 7)

6)      Upaya menegakkan aktualisasi pemeliharaan agama, jiwa, akal, generasi, dan sarana hidup.

7)      Perjuangan memenangkan ilham taqwa atas ilham fujur dalam kehidupan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas manusia.

Jelaslah bahwa dakwah dengan tujuan-tujuan tersebut di atas akan membentuk masyarakat manusia yang konstruktif menurut ajaran islam, di samping mengadakan koreksi terhadap situasi dan segala kondisi atau seluruh bentuk penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran agama dan menjauhkan manusia dari segala macam kejahiliyahan dan kebekuan pikiran. Wallahu’alam.


BAGIAN V

Kajian Epistemologi Ilmu Dakwah

Paradigma:

Dari Pandangan Dunia sampai Metode Ilmiah

Paradigama sering dihadapkan pada pelanggaran alam, yang akhirnya terjadilah revolusi sains yang mengakibatkan terjadinya perubahan pandangan dunia dan berimplikasi pada munculnya paradigma baru.

Mengingat pandangan dunia merupakan persoalan yang mendasar, karena melandasi sebuah paradigma dalam kegiatan keilmuan-metode keilmuan, maka dalam merumuskan konstruksi metode keilmuan dalam islam, nampaknya kita harus berpedoman pada pandangan dunia islam yang termuat dalam al-Qur’an yang menjadi rujukan utamanya.

Pandangan Dunia Al-Qur’an

Pandangan al-Qur’an yang utuh tentang dunia ini, tampaknya tidak memisahkan kedudukan seluruh realitas yang secara umum terdiri dari Allah-manusia-alam. Ketika berbicara alam maka kedudukan Allah dan manusia pun turut terbahas. Bahasan al-Qur’an adalah bagaimana kedudukan manusia dihadapan Allah dan terhadap alam.

Gambaran al-Qur’an tentang hubungan Allah dengan alam tersebut menurut Aan Radian (1999) mirip sekali dengan gagasan Bohm tentang pembagian semesta, yang terbagi menjadi dua tatanan: (1) tatanan implicate, yaitu tatanan tersirat yang merupakan medan kesatuan primer yang digambarkan sebagai piring holografik, yang tiap bagiannya merupakan pantulan informasi tentang keseluruhan dan mendasar. (2) tatanan eksplicate, dalam menampilkan keragaman. Terjemahan ayat tersebut kira-kira sebagai berikut:

“Allah lah cahaya bagi langit dan bumi. Cahaya-Nya itu ibarat lubang tak tembus yang berisi pelita. Pelita itu berada dalam kaca yang tampak seperti bintang kemilau (kristal) yang dipenuhi dengan minyak dari pohon yang di berkati yang tidak ada ditimur ataupun barat, minyak itu nyaris menerangi walau tak tersentuh nyala api. Cahaya di atas cahaya (saling berpantulan), Allah menunjuk orang yang di kehendaki-Nya untuk mendapat cahaya itu. Begitulah Allah membuat perumpamaan bagi manusia dengan segala kemahatahuannya akan segala sesuatu” (QS. 24:35).

Menurut al-Qur’an (16:78), ketika manusia terlahir, ia tidak tahu apa-apa. Selanjutnya ia diberi tiga pokok untuk dapat menyerap pengetahuan, yaitu al-sam’(pendengaran), al-bashar (penglihatan),dan al-af’idah (yang maknanya masih diperselisihkan). Fu’ad merupkan ekstra – sensory (indera keenam), tampaknya fu’ad inilah yang merupakan indera untuk menangkap wahyu non-verbal (ketika manusia masih memiliki kebeningan nurani). Hasil serapan kedua jenis indera ini selanjutnya diolah di dalam akal.

Kontruksi Metode Keilmuan dalam Islam

Sebagai suatu disiplin, ilmu dakwah dalam menjalankan funngsi keilmuannya dengan berdasarkan pada kajian tersebut, paling tidak melalui tiga metode, yaitu (1) metode istinbath, (2) iqtibas, (3) istiqra.

Metode istinbath adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memprediksikan, dan mengevaluasi hakikat dakwah dengan mengacu pada al-Qur’an, sunah dan produk ijtihad ulama dalam memahami keduanya.

Metode iqtibas adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memprediksikan, dan mengevaluasi hakikat dakwah dengan mengambil pelajaran dari teori ilmu sosial dan filsafah manusia.

Metode istiqra adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memprediksikan, dan mengevaluasi hakikat dakwah melalui kegiatan penelitian pada tataran konsep dan pada tataran realitas macam-macam aktivitas dakwah dengan cara kerja ilmiah.


BAGIAN IV

Kajian Ontologi Ilmu Dakwah

Keapaan Filsafat

Tafakur atau berfikir itu stafnya iradah, buruhnya kemauan hati, computer drive-nya kehendak-kehendak rohani. Menurut Emha, puncak kerja akal adalah ketidaktahuan. Dihadapan Allah, akal manusia bagaikan lalat dipermukaan matahari.

Proses penafsiran wahyu Allah pada prakteknya banyak melibatkan kerja akal. Disamping mengandung unsure-unsur kebenaran relijius, Al-Qur’an juga memuat unsur-unsur yang bersifat filosofis.

Memurut Jamal al-Din al-Afgani, filsafah adalah ilmu yang memiliki kedudukan sebagai jiwa yang utuh dan menempati jenjang teratas dalam menciptakan kekuatan, karena bidang studinya yang universal. Terdapat beberapa pengertian dari filsafah yang diberikan oleh para ahli, seperti, pengetahuan tentang hikmah, pengetahuan tentang prinsip, atau dasar-dasar dari apa yang dibahas dan lain-lain.

Harun Nasution (1973), inti dari ilmu filsafah adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradis, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar-dasar persoalan.

Sementara itu menurut Ali Syariati, filsafah sebagai jenis pengetahuan atau wawasan akut yang dibawa oleh nabi kepada manusia dan bukan oleh para filosof.

Menurul Luqman al-Hakim, bahwa siapa pun yang kurang dari standar itu (kebenaran dalam berbicara, menyampaikan amanat dan sebagainya), maka ia berada dibawah derajat Luqman, dan demikian juga sebaliknya. Menjadi bijak sebagaimana yang digambarkan Luqman sesungguhnya tidaklah sulit.

Pandangan lain, seperti yang digambarkan oleh Jalaluddin Rakhmat, filsafah (hikmah, kearifan) merupakan pengetahun tentang keseluruhan. Aristoteles, mahasiswa utama Plato membagi dua macam kearifan: kearifan spekulatif dan kearifan praktis.

Dari Ibnu Abbas diriwayatkan tiga makna al-hikmah: Al-Qur’an, kenabian, dan pemahaman Al-Qur’an. Menurut Abu Darda’ al-hikmah adalah pembacaan Al-Qur’an dan pemikiran tentang Al-Qur’an. Menurut Mujahid, ada empat makna al-hikmah: Al-Qur’an, almu, fiqh, dan kebenaran pembicaraan. Menurut Said bin Zubair dan Abu Aliyah, al-hikmah adalah rasa takut kepada Allah. Sementara Qatadah mengartikan al-hikmah sebagai al-sunnah.

Pengertian filsafah (hikmah) dapat diturunkan dari al-Qur’an surat al-Nahl:125. menguntip Syukriadi Sambas, pengertian hikmah merunjuk kepada:

Pertama, adil, ilmu, sabar, kenabian, al-Qur’an dan injil.

Kedua, ungkapan sesuatu untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama. Dan orang yang melakukan suatu perbuatan dengan cermat dan teliti disebut Hakim.

Ketiga, al-hakim artinya orang yang cermat dalam segala urusan, atau orang yang bijak yakni orang yang telah ditempa berbagai pengalaman.

Keempat, al-hakam atau al-hakim, yaitu penguasa dan hakim yang menghukumi dan memperbaiki sesuatu.

Kelima, al-himah yaitu objek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan aqal.

Keenam,mencegah perbuatan bodoh, membuat sesuatu menjadi baik dan mencegah sesuatu jangan sampaimeleset dari yang dikehendaki.

Ketujuh, mencegah orang dari akhlak tercela.

  • Kedelapan, mencegah kezaliman

Sementara itu, para ahli filsafah al-Qur’an memberikan tidak kurang dari 25 makna tentang hikmah ini, yang sebagaian diantaranya terbaca demikian:

a)      Validitas dalam perkataan dan perbuatan.

b)      Mengetahui yang benar dan mengamalkannya.

c)      Meletakkan sesuatu pada tempatnya.

d)      Menjawab segala sesuatu dengan cepat dan tepat.

e)      Memperbaiki perkataan dan perbuatan.

f)       Tepat dalam perbuatan serta meletakkan sesuatu pada tempatnya.

g)      Takut kepada Allah SWT, mengembangkan ilmu dan wara dalam agama.

h)      Kenabian mengandung hikmah, karena nabi diberi pemahaman, selalu tepat dalam perkataan, keyakinan dan bahkan dalam semua persoalan.

i)        Perkataan tegas dan benar yang dapat membedakan yang hak dan batil.

Hikmah teoritis yaitu mengamati inti sesuatu perkara dan mengetahui sebab akibat secara moral, perintah, fakta, dan syara. Sedangkan hikmah praktis ialah hikmah merujuk kepada perbuatan adil dan benar.

Keapaan Dakwah

Merujuk pada makn yang terkandung dalam al-Quran surat al-Nahl(16:125), Dakwah Islam dapat dirumuskan sebagai kewajiban muslim mukallaf untuk mengajak, menyeru dann memenggilorang berakal menjalani jalan tuhan (din al Islam) dengan cara hikmah, mauzhah hasanah, dan mujadalah yang ahsan, dengan respons positif atau negatif dari orang berakal yang diajak, diserudan di panggil di sepanjang zamandan di setiap ruang.

Dakwah Prespektif filsafat

Tabel dan wilayah kajian filsafat dakwah

1. Interaksi unsur dakwah Interaksi doktrin islam dengan da’I
  Kategori problem dakwah Masalah pemahaman hakikat dakwah Islam serta esensi pesan apa dan bagaimana yang harus disampaikan kepada masyarakat
  Subkategori problem dakwah Pertama masalah hakikat, status, struktur, fungsi dakwah islam dalam kehidupan umat.

Kedua masalah kemungkinan pengetahuan dakwah sebgai ilmu

Ketiga interaksi da’I dengan doktrin Islam juga menimbulkan masalah pesan Islamyang harus disampaikan pada msasyarakat, baik darri isi esensi, sistematika, maupun tahapan dan bobot sesuai dengan kondisi masyarakat dalam konteks sosio-kulrural tertentu

Keempat problem pemahgaman dinamika dakwah islam menurut prespktif Al-Quran dan Sunah

Kelima problem mengenaisasaran dakwah baik secara individual maupun kelompokdengan sikap-sikap dasarnya sebagaimana dijelaskan alquran dan sunah

  Subdisiplin ilmu dakwah Pertama, filsafat dakwah

Kedua, epsitemologi dakwah

Ketiga, esensi ajaran islam

Keempat, sejarah dakwah

Kelima, metodelogi penelitian dakwah, studim keluarga, muslim, sosiologi dakwah, ekonomi islam, politik dakwah

 

2. interaksi unsur dakwah Interaksi antata da’I dan mad’u
  Kategori problem dakwah Masalahpengenalan da’I terhadap tempat, kondisi, dan situasi mad’u
  Subkategori problem dakwah Pertama problem perluasan wilayah dakwah dan hasil-hasil dakwah dalam kesatuan geografis baik dari sisi kesinambungan maupun dinamika Islam

Kedua, problem rancangan penyajian informasi dan materi dakwah dalam skala globalyang disarankan pada kecanderungan masalah yang dihadapi mad’u dalam bidang pemikiran, kelembagaan dan tknologi

  Subdisiplin ilmu dakwah Petama, Geografi Islam(Dakwah)

Kedua, kebijakan dan strategi informasi islam

Ketiga, metode penelitian komunikasi, kesehatan mental, metode penyuluhan Islam

 

3. interaksi unsur dakwah Interaksi antara unsur mad’u dan unsur tujuan dakwah
  Kategori problem dakwah Masalah model (uswah) yang dapat diamati secara empirik oleh mad’u yang berkaitan dengan bentuk nyata prilaku individual (syahsyah) dan kolektif (jamaah) yang dikategorikan sebagai prilaku dalam dimensi amal saleh Islam
  Subkategori problem dakwah Pertama, problem pemahaman atas kondisi sistem akidah, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang akan diajak menyatudeb\ngan tujuan dakwah

Kedua, problem pengembangan komunitas dan kelembagaan islam yang akan menjadi penopang kelembagaan dalam pengembangan masyarakat islam

Ketiga, problem pengembangan ekonomi umat bersekala kecilsebagai tindakan nyata pengembangan kaum mustad’afin

Keempat, problem pengembangan kesehatan masyarakat dan lingkungan umatsebagai tindakan nyata penyehatan fisik kehidupan umat

Kelima, problem dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari pelaksanaan kegiatan dakwah

Keenam, problem mencari teknologiyang murah dan tepat guna bagi pengembangandan perbaikan sanitasi umat

Ketujuh, problem kebijakan pembangunan negara islamyang sekitarnya dapatmengantarkan kemandirian dan kesinambungan pembangunanyang dilaksanakan oleh komunitas umat Islam

Kedelepan, problem pemahaman atas potensimasyarakat kelembagaan sosial, ekonomi, dan kondisi linghkungan masyarakat

  Subdisiplin ilmu dakwah Kesatu, pengantar ilmu pangembangan masyarakat, peta sosial ekonomi islam

Kedua, teknik pengembangan komunitas dan kelembagaan islam

Ketiga, teknik pengembangan usaha kecil

Keempat, tekjnik pengembangan kesehatan masyarakat

Kelima, analisa terhadap dampak lingkungan

Keenem, kebijakan pembangunan dunia islam

Ketujuh, teknologi cepat gunadan snitasi lingkungan

Kedelapan, riset dakwah partisifatif

 

4. interaksi unsur dakwah Interaksi antara unsur da’i dan unsur tujuan dakwah
  Kategori problem dakwah Masalah efisiensi dan efektifitasdalam menggunakan sumberdaya dakwahuntuk mencapai tujuan dakwah
  Subkategori problem dakwah Perama, problem sistem dan pengelolaan kwgiatan dakwahdalam mencapai tujuandakwah secara efisien dan efektif

Kedua, problem penembangan sumberdaya manusia (da’I ) dan ekonomi dakwah sebagai tulang punggunglembaga-lembaga dakwah

Ketga, problem pengelolen lembaga swadaya umat

Keeempat, problem penetapan kebijakan dan srategi dakwah bagi lembaga-lembaga dakwah

Kelima, problem pengelolaan pusat dakwah islamyang bertumpu pada mesjid

Keenam, problem pengelolaan ibadah haji dan umrohserta ziarah dakwahsebagai forum silsturahmi.

Ketujuh, problem perencanaan masa depan dakwah Islam dalam konteks era globalisasi peradabandan perencanaan dakwahuntuk menjawabmasalah kekinian

Kedelapan, program penelolaan islam melalui media massa serta media lainnya sebagai media dakwahIslam

Kesembilan, problem pmahaman atas realitaslembaga-lmbaga dakwah Islam

  Subdisiplin ilmu dakwah Prtama ,manajemen islam, mpengantar manajeman dakwah

Kedua, majelis pelatihan dakwah, sistem ekonomi islam, manajemen zis

Ketiga, manajemen organisasi nirlaba,manajemen tarkim, pengembangan lembaga dakwah, manajemen BPI, manajemen PMI

Keempatkebijakan dan strategi dakwah

Kelima, manajemen kemasjidan

Keenam, manajemen umrah, haji, dan ziarah

Ketujuh, studi masadepan peradaban islam, perencanaan dakwah

Kedelapan, manajemen pers dakwah

Kesembilan, metode penelitian lembaga dakwah

 

 

Kebutuhan Manusia terhadap Dakwah

Manusia ketika di alam arwah telah melakukan syahadah (kesaksian) bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Namun manusia lupa akan perjanjian itu setelah ruh bersatu dengan jasad. Dengan demikian, dakwah diperlukan untuk mengaktualisasikan syahadah ilahiah kedalam kenyataan hidup dan kehidupan manusia.

Lebih jauhnya adalah bahwa manusia membutuhkan rasa aman dari hal apa pun yang akan membuat manusia menjadi tidak aman. Sekiranya dakwah dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan manusia dari posisi tidak selamat (tidak berislam) dihadapan Tuhan, maka kebutuhan manusia akan dakwah adalah sesuatu yang alami, manusiawi, dan tidak mengada-ada.

Mengapa dakwah harus diselenggarakan? Yakni untuk menyelamatkan manusia dari kemungkinan-kemungkinan atau dari hal-hal yang bisa membuat manusia tidak selamat dihadapan Tuhan.


BAGIAN III

Mencari Landasan Ilmiah Ilmu Dakwah

Teori dalam Proses Penelitian

Secara umum bagian ini mengungkapkan dasar-dasar epistemologi dan filsafah ilmu, dan metode penelitian ilmiah khususnya dalam bidang komunikasi. Istilah teori, dalam pengertian yang amat luas, merupakan representasi konseptual atau penjelasan tentang sesuatu fenomena. Sedangkan teori komunikasi adalah usaha para pakar untuk menunjukan hal-hal yang di anggapnya penting dalam proses komunikasi.

Ada dua generalisasi tentang teori, pertama teori merupakan suatu abstraksi. Karenanya teori bersifat parsial, yaitu hanya memfokuskan pada sesuatu dan mengecualikan sesuatu yang lainnya. Kedua, teori harus dipandang sebagai konstruk. Ia mempresentasikan cara-cara yang digunakan penelitan dalam melihat lingkungannya, tetapi teori itu sendiri tidak merefleksikan suatu relitas.

Dengan demikian, teori adalah suatu cara melihat dan berfikir tentang dunia. Dalam kegiatan penelitian, ia diibaratkan sebuah “lensa”, tapi bukan sebuah “cermin”.

Elemen-elemen dasar Teori: Konsep dan Penjelasan.

  1. Teori sendiri mengemukakan konsep-konsep yang hanya berdiri sendiri tanpa adanya penjelasan disebut taxonomies.
  2. Penjelasan lebih sekedar penanaman dan pendefinisian terhadap variabel-variabel.
  3. Penjelasan berkaitan dengan prinsip keperluan.
  4. sekurang-kurangnya ada dua bentuk penjelasan: kausal dan praktikal. Kausal menjelaskan suatu peristiwa dalam konteks sebab akibat sedangkan praktikal menjelaskan peristiwa dalam konteks pencapaian tujuan.
  5. Teori-teori sering juga ditempatkan pada suatu kerangka kerja yang bersifat elaboratif dan eksplanatif.
  6. Secara tradisional, dalam lapangan komunikasi, teori dibagi kedalam 3 tipe:
    • Law theories, digunakan dalam pernyataan-pernyataan yang mengikat aturan kausial (hubungan sebab akibat)
    • Rules theories, digunakan dalam pernyataan-pernyataan yang mengikuti aturan praktikal.
    • System approach, yaitu tipe yang berada diantara Law theories dan Rules theories.

Metode Deduktif-Hipotetis

  1. Metode deduktif memandang teori sebagai kodifikasi atau susunanhipotesis-hipotesis atau penemuan dari rangkaian pengujian.
  2. Metode tersebut dikembangkan melalui empat bagian proses: (a) menyusun pertanyaan (b) merumuskan hipotesis, dan (d) memformulasikan theori.
  3. Metode ini didasarkan pada lima konsep pokok:
    • Hipotesis yaitu dugaan tentang suatu hubungan antara variabel-variabel yang disusun secara baik.
    • Operasionalisme, yaitu suatu prinsip dimana variabel-variabel dalam suatu hipotesis harus dinyatakan dalam rumusan-rumusan yang memiliki makna khusus pada penyelidikan tertentu.
    • Kontrol dan Manipulasi, yaitu faktor-faktor yang dianggap penting, sebab hanya dengan cara inilah suatu hubungan sebab akibat dapat diketahui.
    • Covering Laws yaitu pernyataan teoritis tentang sebab dan akibat yang relevan dengan sekelompok variabel tertentu dalam suatu situasi.
    • Prediksi yaitu suatu yang dihasilkan oleh kegiatan penelitian. Yang berguna bagi manusia dalam menguasai lingkungannya.

Paradigma Alternatif

Disebut juga paradigma baru, yaitu paradigma yang disusun setelah menganggap bahwa paradigma lama sudah tidak relevan lagi.

Ada lima prinsip paradigma alternatif:

  1. Tindakan adalah suatu yang sifatnya sukarela.
  2. Pengetahuan dibuat oleh manusia.
  3. Teori bersifat histories.
  4. Terori mempengaruhi realitas yang dicakupinya, tetapi ia merupakan bagian dari kenyataan itu.
  5. Teori adalah sarat nilai. Teori tidak pernah netral.

Konseptual Sosial Behaviorisme

Organisme positivistik mengklaim dirinya sebagai ilmu sosial yang bersifat umum yang mengangkat keseluruhan masyarakat sebagai unit analisisnya. Sementara formalisme, sebaliknya mengklaim dirinya sebagai ilmu sosial yang spesifik, dengan mengangkat “wujud-wujud” yang nampak sebagai basis unit analisisnya, sekaligus menolak hal-hal yang sifatnya fiktisius.

Istilah “socisl behaviorism” sendiri dipinjam dari George Herbert Mead, seorang sosiolog yang mengembangkan teori interaksi simbolik. Karena itu dapat dipahami bila aliran ini lebih bernuansa objektif-positivistik.

Pokok masalah yang membicarakan teori sosial behaviorism ini mengungkapkan adanya tiga landasan filosofis yang cukup dominan. Pertama, neo idealisme yang merupakan pengembangan lanjutan dari faham idealisme. Kedua, Neo-Hegelianism, landasan filosofisnya ini sesungguhnya masih merupakan aliran neo-idealisme juga. Hanya aliran ini lebih mendasarkan pengembangan pemikirannya pada Hegel. Ketiga, pramagtisme yang menjadi dasar filosofisnya para businismen khususnya di Amerika. Karena itu teori-teori tersebut akan lebih bercorak objektif positivistik.